AREX SETIA TUK CIDRO
Selasa, 26 November 2013
arex lagek cidro
AKU PANCEN LAGEK CIDRO RO KOWE ,AKU RAREP NGENTENI UREPMU SENG MENG GAWE AKU NELONGSO MBENDINO
Jatilan adalah sebuah kesenian yang menyatukan antara unsur gerakan tari
dengan magis. Jenis kesenian ini dimainkan dengan properti berupa kuda
tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Kesenian yang juga
sering disebut dengan nama jaran kepang ini dapat dijumpai di
daerah-daerah Jawa.
Mengenai asal-usul atau awal mula dari kesenian jatilan ini, tidak ada
catatan sejarah yang dapat menjelaskan dengan rinci, hanya cerita-cerita
verbal yang berkembang dari satu generasi kegenerasi lain. Dalam hal
ini, ada beberapa versi tentang asal-usul atau awal mula adanya kesenian
jatilan ini, diantaranya adalah sebagai berikut. Konon, jatilan ini
yang menggunakan properti berupa kuda tiruan yang terbuat dari bambu ini
merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan
berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Selain
itu, ada versi lain yang menyebutkan, bahwa jatilan menggambarkan kisah
perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan
penjajah Belanda. Adapun versi lain menyebutkan bahwa tarian ini
mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan
Hamengku Buwono I, raja Mataram untuk mengadapi pasukan Belanda.
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang
gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakanya perlahan-lahan menjadi
sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk
mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum,
kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi
melengking. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya
berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan
selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan
lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus
sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka
melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara
gamelan yang dimainkan.
Di samping para penari dan para pemain gamelan, dalam pagelaran jatilan
pasti ada pawang roh yaitu orang yang bisa “mengendalikan”roh-roh halus
yang merasuki para penari. Pawang dalam setiap pertunjukan jatilan ini
adalah orang yang paling penting karena berperan sebagai pengendali
sekaligus pengatur lancarnya pertunjukan dan menjamin keselamatan para
pemainnya. Tugas lain dari pawang adalah menyadarkan atau mengeluarkan
roh halus yang merasuki penari jika dirasa sudah cukup lama atau roh
yang merasukinya telah menjadi sulit untuk dikendalikan.
Selain melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti suara
gamelan pengiring, para penari itu juga melakukan atraksi-atraksi
berbahaya yang tidak dapat dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah
mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet,
pecahan kaca, menyayat lengan dengan golok bahkan lampu tanpa terluka
atau merasakan sakit. Atraksi ini dipercaya merefleksikan kekuatan
supranatural yang pada jaman dahulu berkembang di lingkungan kerajaan
Jawa, dan merupakan aspek nonmiliter yang dipergunakan untuk melawan
pasukan Belanda.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional jatilan
ini seringkali juga mengandung unsur ritual karena sebelum pagelaran
dimulai, biasanya seorang pawang atau dukun melakukan suatu ritual yang
intinya memohon ijin pada yang menguasai tempat tersebut yang biasanya
ditempat terbuka supaya tidak menggangu jalannya pagelaran dan demi
keselamatan para penarinya.
Pagelaran ini seperti pagelaran seni yang lainnya yang umumnya mempunyai
suatu alur cerita. Jadi biasanya jatilan ini membawakan sebuah cerita
yang disampaikan dalam bentuk tarian. Saat ini tidak banyak orang yang
melihat pertunjukan seni dari sisi pakem bentuk kesenian tersebut
melainkan dari sisi hiburannya, yang mereka lihat dan lebih mereka
senangi adalah bagian dimana para pemain jathilan ini seperti kerasukan
dan melakukan atraksi-atraksi berbahaya. Jadi masyarakat melihat
Jathilan sebagai sebuah pertunjukan tempat pemain kerasukan. Bukan
sebagai pertunjukan yang ingin bercerita tentang suatu kisah.
Kesenian jatilan yang dipertunjukan pada upacara adat Mbah Bergas
diawali dengan kesenian warok-warokan, yaitu suatu bentuk kesenian yang
berjudul Suminten Edan”. Lakon ini bercerita tentang Suromenggolo yang
mempunyai anak bernama Cempluk. Suromenggolo mempunyai saudara
seperguruan yang bernama Surobangsat. Surobangsat dan Suromenggolo telah
lama tidak berjumpa sehingga ia mengunjungi Suromenggolo. Surobangsat
mempunyai anak yang bernama Gentho. Surobangsat bermaksud menjodohkan
Gentho dengan cempluk. Namun Suromenggolo tidak setuju. Kemudian
terjadilah pertarungan antara keduanya. Surobangsat kalah setelah
Suromenggolo mengeluarkan aji-aji pamungkas yang berupa kolor.
Setelah pertunjukan warok-warokan selesai, dilanjutkan dengan
pertunjukan tarian oleh pasukan buto yang berjumlah sepuluh orang
penari. Tarian ini sebagai kreasi atau sebagai perkembangan dari
pertunjukkan jatilan untuk lebih memeriahkan pertunjukan jatilan dan
menarik perhatian warga untuk menyaksikan. Gerakan-gerakan tarian ini
sangat dinamis dan enerjik, gerakan yang serempak para penari membuat
para penonton terpesona.
Aksesoris yang dipakai para penari antara lain gelang kaki, gelang
tangan, dan topeng buto yang berwujud hewan-hewan seperti harimau,
domba, dan singa. Gerakan yang sangat cepat dan lincah dari para penari
membuat gelang kaki yang mereka pakai menimbulkan irama yang rancak.
Setelah pertunjukan tarian buto selesai kemudian dilanjutkan tarian
jatilan. Jumlah penari jatilan ada sepuluh orang. Aksesoris yang
digunakan antara lain gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung
(kace), mahkota (kupluk Panji), dan keris. Makna dari busana dan
aksesoris yang digunakan adalah meniru tokoh Panji Asmarabangun, yaitu
putra dari kerajaan Jenggala Manik. Dalam pertunjukan jatilan ini juga
ada tiga pawang yang bertugas untuk mengatur, menjaga dan menjamin
lancarnya pertunjukan, pawang-pawang ini juga bertugas untuk menyadarkan
para penari yang kerasukan.
Dalam pertunjukan jatilan juga disediakan beberapa jenis sesaji antara
lain pisang raja satu tangkep, jajanan pasar yang berupa makanan-makanan
tradisional, tumpeng robyong yaitu tumpeng robyong yang dihias dengan
kubis, dawet, beraneka macam kembang, dupa Cina dan menyan, ingkung
klubuk (ayam hidup) yang digunakan sebagai sarana pemanggilan makhluk
halus dan lain-lain.
Jatilan yang ditampilkan dalam upacara adat Mbah Bergas merupakan sajian
dari Paguyuban Kesenian Kuda Lumping Putra Manunggal. Paguyuban ini
didirikan sekitar pada tahun 1992. Para penari jatilan berserta penabuh
gamelan kurang lebih berjumlah empat puluh orang. Mereka berlatih setiap
satu bulan sekali pada pertengahan bulan (biasanya pada malam minggu).
Cerita yang disajikan adalah mengadopsi dari Jatilan klasik, yaitu
tentang cerita tokoh Kresna. Sedangkan pada warok-warokan selain
menampilkan cerita “Suminten Edan” juga mengambil cerita dari
babad-babad Jawa, antara lain perang Prabu Baka dengan para Buto.
Langganan:
Postingan (Atom)